Jumat, 10 Agustus 2012

My Girlfriend is Fish Seller


Tittle     : My Girlfriend is Fish Seller
Author  : Wii NurRin
Length  : Oneshot
Genre   : Romance
Cast       : Kim Ryeowook, Choi Siyun
All Ryeowook PoV

“Eomma, aku pergi dulu ya” ucap Ryeowook dengan terburu-buru.
“Ahh, ne. Jaga diri anakku!” balas eomma dari dalam rumah.
Langsung saja aku naik ke mobil dan pergi berlibur ke Busan. Aku memilih liburan di Busan karena aku ingin menikmati pantai dan lautnya yang indah. Selain itu Busan tempat yang cukup nyaman untuk beristirahat dari hiruk pikuknya kota Seoul. Cukup jauh memang untuk pergi ke sana tapi hal itu terbayarkan setelah melihat pemandangan lautnya. Tanpa terasa aku sudah jauh berjalan meninggalkan kota Seoul. Setelah aku sampai di Busan, aku langsung menuju ke rumah kakek. Sebenarnya bukan kakek kandung hanya saja setiap aku liburan ke Busan aku lebih suka tinggal di penginapan kakek Jung. Lama tak mengunjungi rumah kakek. Kini rumahnya tampak tak terawatt. Aku bahkan sampai tak bisa mengenalinya lagi. Kulihat kakek jung sedang berbenah untuk melaut. Dengan segera aku turun dan menyapanya.
“Annyeonghaseyo kakek” sapa Ryeowook.
“Ahh..Wookie-ah, annyeong. Apa kabar? Sudah lama kau tak kemari” ujar kakek.
“Ne, baik kakek. Kakek bagaimana, sehatkah?”
“Ne, ayo masuk-masuk” ajak kakek.
Akupun masuk. Belum sempat aku menjelaskan maksud kedatanganku, nampaknya kakek sudah tahu lebih dulu.
“Kau mau liburan disini kan?”
“Ne” jawabku singkat sembari tersenyum.
“Ya sudah sebaiknya kau bereskan barang-barangmu dulu lalu istirahatlah dan jika kau lapar, di dapur ada makanan. Kau makanlah, aku akan melaut dulu, besok pagi aku pulang” terang kakek.
“Baik kakek” ucapku dengan mengantarkan kakek ke depan rumah.
Setelah kepergian kakek, tinggalah aku sendirian di rumah. Aku mulai membereskan barang-barangku yang cukup banyak ini. Kamar yang aku tinggali sekarang ini tidaklah luas hanya saja aku nyaman dan suka dengan kamar ini. Karena di kamar yang terletak di lantai 2 ini aku bisa melihat pemandangan lautnya yang terbentang luas. Dan anginnya yang berhembus masuk ke dalam kamar. Tanpa terasa selesai membereskan barang-barangku aku  tertidur di lantai hingga pagi.

*****

“Wookie-ah kakek pulang” panggil kakek dari kejauhan yang sudah bisa ku tebak.
“Ne, kakek sudah pulang? Bagaimana hasilnya, banyakkah yang didapat?” tanyaku penasaran dengan hasil tangkapan kakek.
“Ya lumayan. Oh ya, kau sudah sarapan?”
Aku hanya bisa menggeleng untuk pertanyaan kakek.
“Aku kan menunggu kakek” lanjutku.
“Ahh, kau ini. Kkaja kita makan. Setelah itu kau temani kakek ke pasar ikan ya, untuk menjual tangkapan ini.” Ajak kakek sembari menunjukan hasil tangkapannya yang cukup banyak itu.
Selesai makan aku dan kakek pergi ke pasar dengan mengendarai motor. Sesampainya di  pasar kakek bergegas ke kios langganannya. Tentu saja aku mengikutinya dari belakang. Sebenarnya aku kurang suka pergi ke pasar karena di pasar itu terlalu bau dan sesak. Aku benci orang yang lalu lalang dihadapanku yang terkadang juga menabrakku. Tapi demi kakek aku pun mencoba mengikutinya dari pada sendirian di rumah dan tak ada kerjaan itu justru membuatku bosan. Lagi pula apa salahnya untuk mencoba pengalaman baru pergi ke pasar. Tak terasa aku dan kakek  sudah sampai ke tempat dimana kami akan menjual ikannya.
“Ommo~mimpi apa aku semalam bisa melihat bidadari di pasar” batinku dalam hati. Aku pun tersadar saat kakek menepuk pundakku.
“Ya Wookie-ah sedang melamun apa kau? Cepat serahkan ikan-ikan itu” ujar kakek menyuruhku. Tanpa banyak kata-kata aku segera menyerahkan ikan-ikan itu kepada gadis cantik yang nampak seperti bidadari ini.
“Shiyun-ah, kau sendirian disini? Mana ayahmu?” tanya kakek heran yang melihat Shiyun sendirian menjaga kios. Dengan wajah cantik yang alami gadis itu menatap kakek dan aku. Tapi entah kenapa wajah cantknya itu berubah menjadi sedih.
“Ayah sedang sakit di rumah jadi aku di suruh untuk menjaga kios” katanya dengan wajah tertunduk.
Selesai menjual ikan di pasar, aku dan kakek kembali pulang. Dalam perjalanan aku masih terngiang dengan kata-kata Shiyun tadi. Betapa kasihannya dia, harus bekerja di pasar ikan sementara ayahnya sedang sakit. Melihat diriku sekarang aku justru malu yang terkadang sering membuang-buang uang untuk hal yang bahkann tidak penting. Sesampainya di rumah, akumasuk ke dalam kamar dengan bayangan wajah cantik Shiyun yang masih dalam pikiranku.
“Sungguh, Shiyun begitu cantik. Aku belum pernah melihat gadis dengan cantik yang alami seperti dia” batinku dalam hati.
Lamunanku buyar saat kakek masuk ke kamarku.
“Kakek” ucapku kaget.
“Kakek perhatikan dari tadi kau melamun terus. Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?” tanya kakek.
Aku hanya bisa tersenyum karena raut wajahku yang mudah ditebak olehnya.
“Kakek, Shiyun itu gadis seperti apa?” tanyaku malu-malu.
Kakek yang mendengar pertanyaanku itu hanya bisa tertawa. Aku heran mengapa kakek tertawa seperti itu, apa ada yang salah dengan pertanyaanku.
“Kakek, mengapa tertawa terus bukannya menjawab pertanyaanku” kataku dengan mengerucutkan bibir dan tertunduk malu.
“Kau tahu? Wajahmu itu merah seperti udang rebus. Hahahaha” ucapnya dengan tawanya lagi. Aku pun hanya bisa tertunduk dan menutup wajahku dengan telapak tangan supaya tak bisa dilihat oleh kakek lagi. Setelah puas menertawaiku, kakek pun kembali melanjutkan kata-katanya.
“Shiyun itu gadis yang sopan, cantik, dan apa adanya. Rajin dan suka bekerja. Ramah, baik, dan suka menolong. Lau apa lagi yang ingin kau ketahui? Tapi tunggu kenapa kau menanyakan Shiyun? Apa kau menyukainya?” desak kakek.
“Ahh, kakek kenapa tiba-tiba bertanya seperti itu? Tapi sesungguhnya aku memang menyukai Shiyun sejak pertama bertemu. Hehehehe” jawabku malu-malu.
“Aigoo, wookie-ah”

*****

Pagi ini kakek pulang lagi dari laut. Hasil yang dibawa pun cukup banyak. Dan untuk hari ini aku yang akan ke pasar ikan untuk menjual hasil tangkapan kakek. Aku berharap aku dapat bertemu lagi dengan Shiyun. Dengan bergegas aku menyalakan mesin motor dan langsung tancap gas menuju pasar. Sesampainya di pasar aku cukup kewalahan membawa ikan-ikan itu. Peluh yang menetes deras karena hari yang panas pun tak kupedulikan. Karena aku terlalu senang untuk bertemu Shiyun. Sungguh cantik, hanya itu yang dapat kukatakan setiap melihat Choi Shiyun. Tanpa sadar senyuman Shiyun pun membuyarkan lamunanku. Seketika aku tersadar dan membalas senyuman Shiyun.
“Ohh, ini aku membawakan ikan” ucapku dengan menyodorkan ikan-ikan itu.
“Ne” ucapnya singkat dengan mengambil ikan dari tanganku.
setelah menjual ikan-ikan itu, aku tak lekas pulang. Aku gunakan kesempatan ini untuk mengobrol dan lebih dekat dengan Shiyun.

*****

Hari berganti hari, tanpa ku sadar sudah cukup lama aku tinggal di Gyeongnam. Semula yang ku inginkan hanya liburan,kini menjadi lebih indah setelah bertemu dengan Shiyun. Dan hari ini aku berniat untuk menyatakan perasaanku padanya. Dengan penampilan yang menurutku cukup keren ini aku melesat pergi untuk menemui Choi Shiyun. Aku berjanji padanya untuk bertemu di pantai dekat rumahnya. Sesampainya di pantai, aku sungguh takjub melihat Shiyun dengan rambut yang diikat dan dibalut dengan jaket coklat muda dan dress yang selutut, sungguh anggun.
“Shiyun-ah” aku memanggil namanya.
Seketika Shiyun menoleh kepadaku dan kembali senyuman menghiasi wajahnya.
“Wookie-ah” ucapnya lembut.
Aku masih termenung memandang wajahnya.
“Wae? Ahh, untuk apa kau memintaku untuk bertemu?” katanya.
“Ahh, ne. Ada yang ingin aku sampaikan padamu. Tapi bagaimana kalau kita berkeliling di pantai ini dulu?” ajakku dengan menggandeng tangannya. Dan dia pun mengikutiku. Kami berkeliling pantai dengan berbincang-bincang. Hingga pada saat dimana aku akan menyatakan perasaanku. Aku berhenti sejenak dan memandang ke arahnya.
“Ahiyun-ah” panggil ku memberanikan diri.
“Ne” dia menoleh dan lagi-lagi tersenyum. Sungguh senyuman itu membuat tubuhku lemas. Tapi aku sungguh senang karena selalu melihat senyumannya itu.
“Aku mencintaimu Shiyun” ucapku dengan lembut.
Shiyun yang terkejut dengan ucapan ku pun terdiam sejenak. Kulihat dia bingung. Jadi aku mulai berkata lagi.
“Shiyun-ah, aku mencintaimu. Aku sudah menyukaimu sejak saat pertama kali kita bertemu di pasar. Dan sejak saat itu aku selalu meminta kakek agar aku yang pergi ke pasar. Semua itu aku lakukan agar aku bisa melihatmu dan lebih dekat denganmu. Aku tahu kau terkejut dengan pernyataanku, tapi aku tak meminta jawabanmu sekarang. Aku berikan kau waktu untuk berpiki dahulu sebelum memberikan jawabannya” ucapku menjelaskannya. Shiyun nampak bingung, dia menundukan wajahnya sejenak. Tapi tiba-tiba dia menatapku. Sungguh matanya yang indah itu membuat hatiku damai dan tenang. Lalu dia kembali tersenyum.
“Wookie-ah” ucapnya yang membuat hatiku semakin penasarn dengan kata apa yang akan dia keluarkan dari bibirnya.
“Wookie, sesungguhnya aku juga mencintaimu. Sama denganmu aku juga menyukaimu sejak pertama kali kita bertemu.”
“Jincca?” tanyaku tak percaya.
Dia tak menjawab pertanyaanku lago, tapi kulihat kini dia mengangguk tanda mengiyakan. Aku sungguh senang cintaku diterima olehnya. Bahkan sampai senangnya tanpa sadr aku memeluknya.
dia pun membalas pelukanku. Cukup lama kami berpelukan, aku melepas pelukannya. Ku lihat kembali matanya yang bersinar  itu. Ku pandangi setiap inchi mukanya tanpa terkecuali bibirnya. Mendekat dan mendekat hingga tanpa sadar kini bibirku  bertemu dengan bibirnya. walau hanya kecupan lembut hal itu cukup membuat pipinya merah. Aku tersenyum melihat tingkahnya itu. Dia tampak malu dan salh tingkah karena ku pandangi. Akupun mengjaknya untuk berkeliling kembali. Dengan bergandengan aku dan Shiyun menyusuri pantai itu hingga tak terasa langit sudah mulai gelap. Aku dan Shiyun pun kembali pulang.

*****

Esok paginya aku kembali ke pasar ikan tapi kali ini aku tidak membawa hasil tangkapan kakek. Karena memang kakek kemarin malam tak melaut. Aku ke pasar ikan itu tentu saja untuk bertemu dengan Shiyun. Baru kemarin rasanya aku berpacaran dengannya tapi entah kenapa setiap waktu aku selalu rindu jika tidak berjumpa dengannya.
“Chagi-ya”panggilku.
“Kau kesini lagi, bawa ikan kah?” tanyanya dengan melirik ke tanganku.
“Aku kesini tidak untuk menjual ikan padamu, tapi untuk bertemu denganmu dan ikut berjualan.”
Ini bukan kali pertamanya aku membantunya berjualan, seringkali aku membantunya.
“Ikan, ikan” seru Shiyun.
“Ikan segar, ikan segar” aku ikut berseru.
Hampir setiap hari aku membantunya berjualan. Kami berpacaran sembari  berjualan ikan, sungguh sesuatu yang menarik. Hubungan kami pun semakin hangat. Aku yakin Choi Shiyun memang ditakdirkan Tuhan untukku. Aku sungguh sangat mencintainya. Sampai suatu ketika aku disuruh pulang oleh oran tuaku.
Berat sebenarnyauntuk meninggalkan Shiyun dan kembali ke Seoul. Tapi orang tuaku mengatakan ada sesuatu penting dan aku harus pulang. Akupun berpamitan pada Shiyun.
“Shiyun-ah, mianhe untuk sementara waktu aku harus kembali ke Seoul. Tapi aku berjanji padamu aku akan kembali secepatnya dan kita akan bersama lagi” ucapku dengan menggenggam tangannya. Untunglah dia bisa mengerti dan memberiku izin untuk pulang ke Seoul.
“Cepatlah kembali, aku menunggumu”ucapnya sembari tersenyum padaku.
akupun kembali ke Seoul. Setibanya di Seoul, aku sungguh tak menyangka ternyata orang tuaku berencana untuk menikahkan aku dengan gadis pilihan eomma dan appa. Im Yoona, nama gadis itu. Dia adalah teman masa kecilku. Sejak kepindahannya ke jepang aku dan yoona sudah kehilangan kontak. Tapi sekarang kami  dipertemukan kembali dengan rencana pernikahan ini. Aku sungguh tak mengerti. Aku sudah memberitahu orang tuaku, nampaknya mereka kecewa dengan gadis pilihanku. Tapi aku sungguh mencintai Choi Shiyun. Setelah berulang kali aku meyakinkan orang tuaku. Akhirnya mereka pun mau menerima hubungan kami. Akan tetapi kedua orang tuaku menginginkan pernikahanku secepatnya. Aku pun menyanggupi keinginan app dan eomma itu. Esok paginya aku segera kembali ke Busan. Setibanya disana aku langsung menemui Choi Shiyun dan menjelaskan rencana pernikahan itu.
“Chagi-ya, appa dan eomma menginginkan pernikahan kita secepatnya” kataku dengan penuh harap agar Shiyun mau menerimanya.
“Mwo?” tanyanya terkejut.
“Aku mohon Shiyun-ah” ucapku lagi.
setelah aku memohon-mohon pada Shiyun . Shiyun pun dapat menerimanya dan bersedia menikah denganku. Aku sungguh senang mendengarnya mau menikah denganku.
“Jeongmal, chagi?” kataku tak percaya.
“Ne, aku mau hidup bersama dengan mu”
“Ahh, chagia-ya. Saranghae” ucapku senang dengan memeluknya erat. Akhirnya kami pun menikah dan hidup bahagia selamanya.



_END_

Tidak ada komentar:

Posting Komentar